Indonesia kini menghadapi tantangan besar yang sering kali terlupakan: degradasi lahan. Kerusakan ini berlangsung secara sembunyi-sembunyi, meskipun dampaknya nyata di sektor pertanian dan sosial-ekonomi, memaksa kita untuk merenungkan pentingnya restorasi lahan bagi masa depan negara.
Saat dunia berjuang melawan krisis lingkungan, Indonesia yang kaya akan sumber daya alam harus mengambil langkah proaktif dalam pemulihan tanah. Dengan kerugian yang terus membengkak, mengabaikan masalah ini bukanlah pilihan yang bijaksana.
Data terbaru dari PBB memperingatkan bahwa 1,5 miliar hektare lahan perlu direstorasi sebelum 2030 guna mencegah krisis global. Indonesia, yang masih memiliki cadangan lahan luas, seharusnya merasa terdorong untuk berbenah dan bertindak.
Degradasi Lahan: Sebuah Krisis Yang Semakin Memburuk
Kasus di Kalimantan Tengah menggambarkan situasi yang mengkhawatirkan. Ribuan hektare lahan gambut yang dahulu produktif kini menjadi lahan tandus, dan upaya untuk membangun food estate berpotensi memperparah kondisi. Di Sumatera Selatan, kebakaran hutan telah mencemari udara dan meningkatkan risiko kesehatan masyarakat.
Fenomena ini menciptakan kesadaran bahwa degradasi lahan tidak hanya dialami oleh negara lain, tetapi juga Indonesia. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa upaya restorasi, dampak jangka panjang dapat merugikan seluruh populasi.
Tanah adalah sumber kehidupan; dari tanah kita mengambil hasil pertanian, sedangkan lahan gambut berfungsi sebagai penyimpanan air dan karbon. Tanpa tanah yang sehat, ketahanan pangan kita akan terancam dan dampak sosial yang lebih luas akan dirasakan.
Pentingnya Restorasi Lahan di Indonesia
Restorasi lahan bukan sekadar menanam pohon; itu adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan strategi, konsistensi, dan dukungan politik. Sayangnya, seringkali proyek restorasi terjebak dalam siklus jangka pendek dan kurang memperhatikan keberlanjutan.
Di beberapa negara, pendekatan yang lebih inovatif diterapkan. Misalnya, Australia mulai mengadopsi praktik pertanian regeneratif untuk meningkatkan kesuburan tanah yang tergerus akibat perubahan iklim. Upaya ini menggambarkan bahwa restorasi adalah mungkin dan sangat diperlukan.
Kisah inspiratif datang dari Indonesia sendiri. Di Jawa Tengah, desa-desa menerapkan agroforestri, yang tidak hanya memulihkan kesuburan tanah, tetapi juga meningkatkan ekonomi lokal dengan hasil yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa prilaku kolektif bisa menghasilkan perubahan yang signifikan.
Biaya dan Manfaat Restorasi Lahan
Penting untuk mencatat bahwa restorasi lahan memerlukan investasi yang tidak sedikit. PBB memperkirakan dibutuhkan sekitar 1 miliar dolar per hari secara global hingga 2030 agar lahan dapat diperbaiki. Namun, angka tersebut sebanding dengan kerugian akibat degradasi yang terus meningkat setiap tahunnya.
Misalnya, kebakaran hutan di Indonesia memberikan kerugian luar biasa yang tidak hanya menyentuh aspek ekonomi, tetapi juga kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial. Menghadapi biaya restorasi kini harus dilihat sebagai investasi, bukan beban.
Sektor swasta, yang sering mengambil keuntungan dari eksploitasi lahan, juga perlu berperan serta dalam restorasi. Bisnis harus terlibat dengan cara yang bertanggung jawab dengan menyediakan indikator yang bisa diukur untuk keberhasilan proyek-proyek restorasi.