Denpasar adalah salah satu destinasi populer di Bali, dan Nusa Penida menjadi primadona wisatawan. Namun, keindahan alamnya kini terancam dengan pembangunan lift kaca di tebing Pantai Kelingking.
Pembangunan yang dimulai pada Juli 2023 ini melibatkan kerja sama antara perusahaan swasta dan pihak lokal, bertujuan untuk memudahkan akses wisatawan. Meski demikian, masyarakat mempertanyakan dampak lingkungan dari proyek tersebut.
Proyek ini tidak hanya menimbulkan pro dan kontra, tetapi juga perhatian serius dari pemerintah daerah. Dengan nilai investasi yang mencapai Rp 200 miliar, lift kaca ini menuai kritik dari kelompok konservasi dan warga sekitar.
Polemik Pembangunan Lift Kaca di Pantai Kelingking
Pembangunan lift kaca di tebing Pantai Kelingking semakin ramai diperbincangkan di media sosial. Banyak warganet mengekspresikan ketidaksetujuan mereka, menilai bahwa keberadaan lift ini dapat merusak keindahan alami tempat tersebut.
Berdasarkan pernyataan pemerintah daerah, proyek ini telah mendapatkan berbagai perizinan yang dibutuhkan. Namun, beberapa pihak meragukan proses perizinan tersebut, terutama dengan adanya keraguan mengenai standar keselamatan dan dampak lingkungan.
Pihak pemerintah Kabupaten Klungkung menyatakan bahwa pembangunan ini bertujuan untuk meningkatkan infrastruktur pariwisata. Namun, banyak yang berpendapat bahwa suguhan tantangan menuruni tebing adalah bagian dari pesona yang dimiliki Pantai Kelingking.
Tanggapan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali
Panitia Khusus Tata Ruang Aset dan Perizinan DPRD Bali segera bersurat kepada Bupati Klungkung untuk menanyakan kejelasan mengenai proyek ini. Mereka ingin memahami siapa yang bertanggung jawab dan jenis izin yang telah diberikan.
Ketua Pansus TRAP, I Made Supartha, mengatakan bahwa komunikasi dengan pemerintah daerah sangat penting. Mereka ingin memastikan bahwa semua kegiatan yang berkaitan dengan tebing mematuhi peraturan yang berlaku.
Dewan juga mengingatkan bahwa pembangunan tersebut harus mengikuti peraturan dan tata ruang yang telah ditetapkan. Jika terbukti melanggar, maka konsekuensinya bisa berujung pada sanksi yang serius bagi pihak-pihak yang terlibat.
Risiko Lingkungan dan Ancaman Mitigasi Bencana
Salah satu alasan utama penolakan terhadap pembangunan lift kaca ini adalah risiko terhadap lingkungan. Kawasan Pantai Kelingking dikenal sebagai area rawan bencana, dan pembangunan infrastruktur besar dapat memperburuk kondisi tersebut.
Experti lingkungan menyuarakan bahwa proyek semacam ini dapat mengganggu ekosistem yang sudah ada. Kerusakan pada tebing, misalnya, dapat meningkatkan risiko longsor yang membahayakan pengunjung dan lingkungan sekitarnya.
Lebih jauh lagi, langkah-langkah mitigasi bencana harus menjadi perhatian utama bagi semua proyek pembangunan di daerah tersebut. Jika tidak, maka keselamatan masyarakat dan wisatawan akan berada dalam ancaman yang serius.
Peran Komunitas Lokal dalam Menjaga Keberlanjutan
Keberadaan proyek ini menimbulkan diskusi tentang peran komunitas lokal dalam menjaga keberlanjutan pariwisata. Masyarakat adat berperan penting dalam melestarikan budaya dan lingkungan mereka.
Keterlibatan masyarakat dalam proses perizinan dan pembangunan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa suara mereka didengar. Dalam kasus lift kaca ini, dukungan dari komunitas lokal dapat menjadi faktor penentu keberhasilan proyek.
Keluarga dan individu di daerah tersebut harus dilibatkan dalam perencanaan pariwisata. Ini membantu menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara pengembangan pariwisata dan pelestarian lingkungan.
















