Sabtu, 11 Oktober 2025 – 07:00 WIB
Tanggal 11 Oktober bukan sekadar sebuah angka di kalendar, melainkan sebuah pengingat bagi masyarakat Kalimantan Selatan. Pada hari ini, mereka mengenang heroisme Pangeran Antasari, yang gugur dalam mempertahankan tanah airnya dari penjajahan.
Pangeran Antasari, seorang pemimpin yang lahir pada tahun 1797 atau 1809, memilih untuk bertempur sampai akhir hayatnya. Ketika banyak pemimpin lain memilih menyerah, ia menunjukkan keberanian yang luar biasa dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda.
Gugurnya Pangeran Antasari pada 11 Oktober 1862 menjadi bab penting dalam sejarah perlawanan bangsa Indonesia. Warisan perjuangannya menginspirasi generasi demi generasi untuk terus memperjuangkan kedaulatan dan kemerdekaan.
Context Sejarah Perjuangan Pangeran Antasari di Kalimantan Selatan
Perjuangan Pangeran Antasari bukanlah sebuah cerita yang dimulai dengan mudah. Sejak awal mula Perang Banjar, konflik ini melibatkan beragam elemen masyarakat. Pangeran Antasari menjadi motor penggerak, menghadapi kolonialisme yang datang dengan berbagai cara.
Periode 1859 menandai dimulainya Perang Banjar, setelah campur tangan Belanda dalam urusan pemerintahan lokal. Keputusan untuk mengangkat Sultan yang pro-Belanda menyebabkan kerusuhan di kalangan rakyat yang dipimpin oleh Pangeran Antasari.
Dalam menghadapi penjajah, Pangeran Antasari tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, tetapi juga membangun dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Ia menyatukan pedagang, ulama, dan suku-suku lokal dalam perjuangan melawan kolonialisme.
Strategi Pangeran Antasari Dalam Melawan Penjajah
Pangeran Antasari memiliki kemampuan strategis yang cukup mumpuni dalam memimpin pasukan. Ia tak hanya mengandalkan kekuatan angkatan bersenjata, tetapi juga memanfaatkan modulasi strategi. Salah satu di antaranya adalah melibatkan warga sipil dalam taktik perang.
Melalui pendekatan tersebut, dia dapat melakukan serangan mendadak yang sering kali mengejutkan pasukan Belanda. Selain itu, ia juga mengorganisir penggalangan sumber daya dari masyarakat untuk mendukung perang.
Strategi yang diterapkan Pangeran Antasari ternyata cukup efektif meski banyak tantangan menghadang. Semangat juang yang ditularkan kepada pasukannya menciptakan rasa solidaritas dan keberanian dalam setiap pertempuran.
Momen Kritis dalam Perjuangan Pangeran Antasari
Momen kritis dalam perjuangan Pangeran Antasari terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupannya. Meski memimpin dengan gagah, keadaan fisiknya semakin melemah akibat pertempuran yang berkepanjangan. Namun, ia tetap teguh dalam menghadapi segala tantangan.
Pada 14 Maret 1862, ia dinyatakan sebagai pemimpin tertinggi agama dan kepala pemerintahan Kesultanan Banjar. Gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin bukan hanya simbol, tetapi juga menjadi motivasi bagi rakyat untuk terus berjuang.
Seiring berjalannya waktu, meski pasukannya terus berjuang, kondisi kesehatan Pangeran Antasari pun semakin menurun. Dia tak pernah menunjukkan tanda-tanda menyerah walau kesakitan menghampiri, sampai saat terakhirnya di medan perang.