Puasa intermitten semakin popular di kalangan masyarakat modern sebagai salah satu metode untuk menjaga kesehatan. Namun, dampak psikologis dari praktik ini sering kali kurang mendapatkan perhatian meski memiliki efek yang signifikan.
Sera Lavelle, seorang terapis dan psikolog klinis, menyatakan bahwa puasa intermitten dapat mempengaruhi suasana hati seseorang. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan bagaimana seseorang berinteraksi dengan makanan dan rasa lapar.
Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi saat berpuasa dikaitkan dengan iritabilitas yang bisa memengaruhi kondisi emosional. Dalam penelitian lebih lanjut, penting untuk memahami bagaimana perubahan ini berhubungan dengan kemampuan kognitif.
Charlotte Markey, seorang psikolog di Rutgers University, menyoroti perlunya penelitian lebih mendalam tentang hubungan antara suasana hati dan kognisi. Dengan pengetahuan ini, kita bisa lebih memahami bagaimana makanan berperan dalam kesejahteraan mental.
Mengadopsi puasa intermitten sering kali dianggap sebagai pendekatan holistik untuk kesehatan tubuh. Namun, di balik manfaat fisiknya, kita tidak boleh melupakan dampaknya terhadap psikologi seseorang.
Terkadang, saat kita merasa lapar, suasana hati kita bisa saja berubah drastis. Ada kalanya rasa lapar ini dapat menyebabkan emosi negatif seperti marah atau frustrasi.
Fenomena ini bahkan dikenal dengan istilah ‘hangry,’ yang merupakan gabungan dari ‘hungry’ dan ‘angry.’ Ini menunjukkan bagaimana rasa lapar dapat mengganggu stabilitas emosi seseorang.
Bagaimana Puasa Intermitten Mempengaruhi Suasana Hati Seseorang?
Puasanya berintermitten dapat menyebabkan fluktuasi kadar gula darah yang berkontribusi pada perubahan suasana hati yang signifikan. Seiring dengan meningkatnya rasa lapar, orang bisa lebih mudah tersinggung.
Perubahan suasana hati ini tidak hanya memengaruhi keputusan sehari-hari tetapi juga interaksi sosial. Ketika seseorang merasa tidak nyaman secara emosional, respon sosial yang mereka tunjukkan mungkin tidak seimbang.
Penting untuk menyadari bahwa efek psikologis ini bisa bervariasi pada setiap individu. Beberapa orang mungkin dapat beradaptasi dengan bebas, sementara yang lain merasa tertekan dan cemas.
Perlu juga dipahami bahwa penyebab ketidaknyamanan ini tidak hanya terbatas pada fisik. Aspek mental dan emosional pun memainkan peranan penting dalam proses ini.
Walaupun banyak yang merasakan manfaat dalam jangka panjang, penting untuk menjaga keseimbangan. Untuk itu, pendekatan yang lebih berfokus pada kesehatan mental dalam puasa intermitten perlu diperhatikan.
Risiko Psikologis yang Perlu Diperhatikan Selama Puasa Intermitten
Seiring dengan semua manfaatnya, puasa intermitten juga memiliki risiko psikologis yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah kemungkinan munculnya gangguan makan pada individu tertentu.
Dalam beberapa kasus, pembatasan makanan yang ketat dapat memicu perilaku yang kurang sehat. Ini terjadi ketika individu merasa tidak mampu mengontrol asupan makanan mereka.
Terlebih, rasa cemas bagaimana orang lain melihat kebiasaan makannya juga turut berkontribusi pada masalah ini. Perasaan malu atau bersalah tentang makanan dapat memengaruhi cara seseorang mempersepsikan diri.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan puasa intermitten dengan penuh kesadaran. Dengan pendekatan yang sadar, individu dapat lebih mudah merasakan perubahan psikologis yang berlangsung.
Secara keseluruhan, memahami risiko psikologis ini adalah langkah awal untuk mencegah dampak negatif yang lebih serius.
Menemukan Keseimbangan antara Puasa dan Kesehatan Mental
Menciptakan keseimbangan antara kesehatan fisik dan kesehatan mental merupakan langkah penting. Baik puasa intermitten maupun pola makan lainnya tidak seharusnya mengorbankan kesehatan emosional seseorang.
Penting untuk mendengarkan sinyal tubuh dan memahami cerita yang diungkapkan oleh emosi. Hal ini bisa membantu individu lebih baik dalam menangani rasa lapar dan suasana hati.
Saat berpuasa, penting untuk mengenali kapan suasana hati mulai berubah. Dengan cara ini, individu bisa lebih beradaptasi dan memilih cara lain untuk mengelola emosi dan rasa lapar.
Menumbuhkan kesadaran diri merupakan langkah signifikan dalam menjalani puasa intermitten. Kesadaran ini akan membantu individu untuk tetap terhubung dengan diri mereka sendiri, baik secara fisik maupun psikologis.
Melalui pemahaman yang lebih baik terhadap dampak kesehatan mental ini, individu diharapkan dapat menjalani puasa intermitten dengan lebih bijak. Ini adalah perjalanan yang bisa membawa banyak pelajaran berharga tentang diri sendiri.
















