Hordle Cliff, terletak dekat Christchurch di pesisir selatan Inggris, adalah tempat yang menyediakan wawasan mendalam mengenai Eosen, sebuah periode yang berlangsung sekitar 56 hingga 34 juta tahun lalu. Dr. Marc Jones, seorang kurator reptil dan amfibi fosil, menjelaskan bahwa masa ini ditandai oleh perubahan iklim yang cukup signifikan.
Pada ketinggian tertentu, suhu di Inggris dulunya jauh lebih hangat dibandingkan saat ini. Meskipun intensitas cahaya matahari sedikit berkurang, namun kadar karbon dioksida dalam atmosfer jauh lebih tinggi sehingga mempengaruhi iklim secara keseluruhan.
Letak geografis Inggris juga turut berperan, berada sedikit lebih dekat dengan garis khatulistiwa. Hal ini membuat wilayah tersebut menerima lebih banyak panas dari matahari sepanjang tahun dan menciptakan lingkungan yang mendukung kehidupan berbagai spesies.
Aktivitas Pemggalian Fosil di Hordle Cliff
Fosil pertama kali ditemukan di Hordle Cliff sekitar 200 tahun yang lalu, yang menjadi titik awal penelitian lebih lanjut. Hasil penemuan ini diinisiasi oleh Barbara Rawdon-Hastings, Marchioness of Hastings, yang memiliki ketertarikan mendalam terhadap fosil dan sering melakukan penggalian di lokasi tersebut.
Berkat ketekunan Barbara, sejumlah tengkorak kerabat buaya ditemukan dan salah satunya dinamai oleh Richard Owen untuk menghormatinya. Penemuan ini memicu minat lebih dalam akan fosil yang ada, membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut di area ini.
Seiring waktu, beragam fosil hewan lain seperti kura-kura, kadal, dan mamalia juga ditemukan. Hordle Cliff menjadi kaya akan informasi bagi ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, dengan penemuan penting berupa fosil ular yang memiliki signifikansi khusus dalam kajian evolusi.
Penemuan Fosil Ular dan Pentingnya untuk Ilmu Pengetahuan
Fosil ular yang ditemukan di Hordle Cliff merupakan beberapa yang paling awal dikenali dalam catatan sejarah. Richard Owen, seorang ilmuwan ternama pada abad ke-19, memainkan peran penting dalam mengidentifikasi spesies fosil ini, seperti Paleryx, yang dikenal sebagai ular konstriktor pertama yang diberi nama.
Sementara beberapa spesies ular besar telah diteliti, ular-ular kecil dari situs ini belum banyak mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan oleh ukuran ruas tulang belakang yang hanya beberapa milimeter, sehingga menyulitkan peneliti dalam menganalisis dan mempelajarinya secara mendalam.
Keterbatasan ini menunjukkan pentingnya metode penelitian modern seperti pemindaian CT, yang digunakan untuk memberikan wawasan lebih jauh tentang fosil yang lebih kecil ini. Ini memberikan peluang bagi para ilmuwan untuk mengungkap lebih banyak informasi dari fosil yang sebelumnya tidak terlihat dengan cara konvensional.
Pentingnya Pemindaian CT dalam Penelitian Fosil
Marc dan Georgios memanfaatkan teknologi pemindaian CT untuk mengobservasi fosil-fosil ini dengan lebih terperinci. Dengan pemindaian ini, mereka berhasil mengidentifikasi 31 ruas tulang belakang dari spesies Paradoxophidion yang menjadi fokus penelitian mereka.
Data yang diperoleh dari pemindaian CT ini tidak hanya membantu dalam mendeskripsikan fosil, tetapi juga dalam menciptakan model tiga dimensi. Model ini menjadi catatan digital yang memungkinkan siapa saja untuk mengakses dan belajar tentang spesimen tersebut tanpa harus berada di lokasi penelitian secara langsung.
Hasil pemindaian menunjukkan variasi dalam ukuran dan bentuk fosil yang ditemukan. Meskipun ada perbedaan, para peneliti dapat menyimpulkan bahwa semua fosil berasal dari spesies yang sama, yang memperkaya pemahaman kita tentang keragaman spesies ular di masa lalu.















