Indonesia saat ini menghadapi tantangan signifikan dalam mengatur penyiaran yang modern. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menyampaikan bahwa Undang-Undang Penyiaran yang berlaku saat ini sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Menurutnya, penyiaran tidak lagi terbatas pada media tradisional seperti televisi dan radio saja, tetapi juga telah mencakup platform digital melalui internet. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian regulasi untuk mengikuti tren terbaru yang ada.
Sukamta juga mengungkapkan bahwa upaya untuk mengatur wilayah digital bukanlah hal yang mudah. Selain faktor teknis, perlu diingat bahwa reaksi dari publik juga harus dipertimbangkan saat mengimplementasikan peraturan baru.
Urgensi Pembaruan UU Penyiaran untuk Mengakomodasi Media Digital
UU Penyiaran yang ada saat ini ditetapkan pada tahun 2002, yang lebih menitikberatkan pada penyiaran free to air. Dalam banyak hal, konteks dan cara orang mengakses informasi telah berubah secara dramatis, sehingga perlu penyesuaian agar tidak ketinggalan zaman.
Sukamta menekankan bahwa setiap negara di dunia, termasuk Indonesia, harus memiliki regulasi yang jelas untuk penyiaran digital. Hal ini untuk memastikan bahwa semua platform, baik yang tradisional maupun digital, beroperasi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Ketidak jelasan dalam pengaturan ini bisa menyebabkan ruang untuk penyalahgunaan dan pengabaian terhadap norma yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, inisiatif untuk memperbarui kebijakan sangat diperlukan.
Reaksi Publik dan Tantangan dalam Mengatur Digitalisasi Penyiaran
Sukamta juga menyoroti bahwa setiap upaya untuk mengatur sektor digital selalu diikuti oleh reaksi publik yang beragam. Seringkali, masyarakat merasa bahwa hak mereka untuk bebas berpendapat terancam ketika terdapat regulasi baru.
Ini adalah tantangan yang harus dihadapi pemerintah dan lembaga terkait. Penyampaian informasi yang transparan dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya regulasi menjadi kunci dalam mengatasi ketidakpuasan publik.
Lebih dari itu, diperlukan sinergi antara semua stakeholder, termasuk pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan.
Keharusan adanya Perlindungan Konten untuk Masyarakat
Komisioner KPI Pusat, Tulus Santoso, menekankan pentingnya perlindungan terhadap konten yang dihadirkan oleh platform digital. Regulasi yang baik tidak hanya menjamin kepentingan negara, tetapi juga melindungi masyarakat dari konten negatif.
Di banyak negara Eropa, misalnya, ada sistem kontribusi dari platform kepada pemerintah yang digunakan untuk mendukung industri kreatif. Ini adalah contoh yang baik bagi Indonesia untuk ditiru agar perlindungan masyarakat lebih terjamin.
Dengan adanya aturan yang jelas, diharapkan konten yang disiarkan melalui media digital dapat memberikan edukasi, informasi yang valid, dan hiburan yang berkualitas.
















