Rapat pleno yang digelar pada Selasa, 9 Desember 2025, menyisakan perdebatan sengit di kalangan pengurus Nahdlatul Ulama (PBNU). Sidang tersebut menghasilkan penetapan Zulfa Mustofa sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum PBNU, yang mendapat dukungan dari sebagian pengurus.
Namun, keputusan ini mendapat tantangan dari kubu lain, terutama yang dipimpin oleh Yahya Cholil Staquf. Kontroversi mengenai keabsahan rapat tersebut menjadi sorotan banyak pihak.
Perselisihan Mengenai Keabsahan Rapat Pleno PBNU
Mohammad Nuh, Rais Syuriyah PBNU, dengan tegas menyatakan bahwa hasil rapat tersebut sah. Dia berargumen bahwa syarat kuorum telah terpenuhi dan menunjukkan daftar hadir peserta yang memenuhi ketentuan.
Nuh menjelaskan bahwa dalam konteks organisasi, kuorum berarti melebihi 50 persen plus satu dari total peserta. Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa mereka tidak perlu menunda rapat hanya untuk memenuhi jumlah peserta.
Di sisi lain, pihak Gus Yahya menyebut bahwa rapat tersebut tidak memenuhi syarat kuorum, yang mengacu pada ketentuan anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) organisasi. Ini memicu diskusi yang lebih mendalam tentang legitimasi keputusan yang diambil dalam situasi tersebut.
Pembelaan Nuh dan Argumentasi Legitimasi
Nuh menegaskan bahwa ia memiliki bukti lengkap mengenai jumlah peserta yang hadir saat rapat. Ia berpendapat, jika ada yang meragukan keabsahan, data dan fakta di lapangan yang akan menjawab ketidakpastian tersebut.
Dukungan untuk keputusan ini juga didasarkan pada partisipasi penuh dari unsur syuriyah dan tanfidziyah di PBNU, yang menganggap bahwa rapat telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam penjelasannya, Nuh mengimbau pihak yang merasa dirugikan untuk tidak khawatir atau meragukan legitimasi keputusan yang telah diambil. Menurutnya, semua langkah telah dilakukan berdasarkan ketentuan yang ada.
Penolakan dan Kritik dari Kubu Gus Yahya
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBNU, Amin Said Husni, menyatakan bahwa rapat pleno tersebut sesungguhnya bertentangan dengan konstitusi organisasi. Menurutnya, langkah ini tidak sejalan dengan arahan para kiai sepuh dan tidak didasarkan pada kesepakatan yang jelas.
Amin menegaskan bahwa pemakzulan Ketua Umum harus mengikuti prosedur tertentu dan tidak bisa ditentukan secara sepihak oleh satu kubu. Ada kekhawatiran bahwa langkah cepat ini akan merusak struktur dan harmoni di dalam organisasi.
Kritik ini menggambarkan bahwa situasi di dalam PBNU tidak sekadar persoalan administratif, tetapi juga membahas masalah integritas dan solidaritas antara pengurus. Hal ini penting guna menjaga kestabilan organisasi yang telah berkontribusi besar dalam masyarakat.
Implikasi dan Harapan ke Depan
Polemik ini berdampak pada dinamika internal PBNU dan bisa berdampak pada relasi organisasi dengan masyarakat luas. Kesepakatan dan koordinasi yang baik di antara pengurus sangat penting untuk memastikan visi dan misi PBNU tetap terjaga.
Harapan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan mengedepankan dialog yang konstruktif. Ini menjadi cara untuk memperbaiki keretakan yang ada dan membangun kembali kepercayaan di dalam organisasi.
Apapun hasil akhirnya, yang terpenting adalah bagaimana PBNU bisa terus berfungsi sebagai organisasi yang memberikan manfaat bagi umat dan masyarakat luas. Stabilitas internal harus terjaga agar visi besar PBNU tidak terfragmentasi oleh persoalan internal.
















