Lulus sebagai dokter spesialis obstetri dan ginekologi dari Universitas Airlangga pada tahun 2020, Amira Ali Abdat memilih untuk mengabdikan diri di Fakfak, Papua Barat. Tindakannya bukan hanya murni karena profesi, tetapi juga sebuah panggilan untuk melayani perempuan yang membutuhkan akses kesehatan di daerah terpencil tersebut.
Kehadirannya sebagai satu-satunya dokter obstetri dan ginekologi di wilayah itu menjadi harapan baru bagi masyarakat. Namun, perjalanan dan tantangan yang harus dihadapi Amira tidaklah sederhana, mengingat infrastruktur dan fasilitas kesehatan yang minim di daerah tersebut.
Di tengah area yang sulit dijangkau, Amira juga menghadapi hambatan komunikasi yang cukup serius. Ketidaktersediaan sinyal telepon kerap membuatnya sulit untuk berinteraksi dengan keluarga serta mendiskusikan hal-hal penting terkait pekerjaannya.
Menghadapi Tantangan Dalam Pelayanan Kesehatan di Wilayah Terpencil
Keberadaan Amira di Fakfak bukan tanpa kesulitan. Ia sering kali harus menempuh perjalanan yang melelahkan hanya untuk mencapai lokasi yang minim perhatian dan sumber daya. Hal ini menjadikan bahaya dan risiko kesehatan masyarakat semakin meningkat, terutama bagi perempuan hamil.
Dalam menjalankan tugasnya, warga setempat sangat bergantung pada keterampilan dan dedikasinya. Amira berusaha memberikan yang terbaik meskipun kondisi yang ada sangat menantang. Berbagai metode untuk memfasilitasi komunikasi pun diupayakan demi kelancaran tugasnya.
Keterbatasan sinyal membuat Amira sering merasa terputus dari informasi, namun ia berusaha untuk tetap terhubung dengan keluarganya. Dalam momen-momen sulit, panggilan telepon menjadi jembatan untuk mengurangi rasa rindu terhadap orang tuanya yang tinggal jauh dari sana.
Perjuangan Emosional Seorang Dokter Perempuan
Nyatanya, beban pekerjaan tidak hanya tersimpan dalam aspek fisik, tetapi juga mental. Amira sering kali merindukan kehadiran orang tuanya, terutama saat menjalankan tugas di pedalaman yang tidak ada sinyal. Meskipun demikian, ia tetap berkomitmen pada pelayanannya.
Setiap kali hendak bertugas di daerah yang minim komunikasi, Amira selalu menyempatkan untuk menelepon ibunya. Pengalamannya ini mengajarkan arti penting dukungan emosional dalam profesi yang sangat menuntut.
Telepon yang terputus di tengah percakapan bukanlah hal yang aneh baginya. Ia harus cepat-cepat menyampaikan kabar baik agar orang tuanya tak khawatir, meskipun akhirnya harus memendam rasa yang mendalam karena tidak bisa berbicara lebih lama.
Kontribusi untuk Masyarakat yang Membutuhkan
Dedikasi Amira menuju pelayanan kesehatan menjadikannya sosok inspiratif. Ia tidak hanya memberikan bantuan medis, tetapi juga pengetahuan tentang kesehatan reproduksi kepada perempuan di daerah tersebut. Kopempatan untuk mendidik masyarakat adalah aspek yang sangat berarti dalam pekerjaannya.
Melalui program-program yang dirancangnya, Amira berusaha mengubah pandangan masyarakat tentang kesehatan. Dengan melakukan edukasi, ia berfokus untuk membangun kesadaran akan kesehatan dan kesejahteraan perempuan di Fakfak.
Aktivitasnya tidak hanya terbatas pada aspek medis, tetapi juga mencakup peningkatan kualitas hidup yang lebih baik. Melalui pendekatannya, Amira berusaha memberikan harapan kepada perempuan agar mereka tidak merasa terasing dari pelayanan kesehatan.